Sudahkah Mencintai Al-Quran, wahai Muslim Negarawan?


Terbina dan terkontrol oleh system Al-Quran, sudah semestinya membuat kader dakwah bersyukur dapat selalu berinteraksi akrab dengan Al-Quran.

Membaca Al-Quran bukan lagi menjadi salah satu ibadah yang sangat penting akan tetapi menjadi kebutuhan pokok bagi umat muslim. Bahkan, ini merupakan perintah pertama dari Allah SWT melalui wahyu pertama yang diturunkan kepada Rasulullah SAW dalam Q.S Al-Alaq ayat 1 dan 5. 

Berbicara mengenai hal tersebut tentunya dan sudah seharusnya para kader dakwah khususnya kader KAMMI paham terkait urgensi membaca Al-Quran. 

Siapa yang tak mengenal KAMMI? Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia. Organisasi yang beranggotakan para mahasiswa muslim yang memiliki semangat mengamalkan ajaran Islam yang begitu menggelora bagai Api yang tak pernah padam. 

Kader KAMMI itu sangat pandai ketika berbicara masalah politik dan permasalahan social yang lain, fasih menawarkan solusi-solusi terhadap permasalahan kontemporer yang sulit terpecahkan. Sehari-harinya merumuskan konsep mengenai kontribusi yang akan di berikan untuk negeri ini, serta peka terhadap permasalahan umat yang ada disekitar. 

"...Bagai sebuah mata air dan tiang penyangga yang eksistensinya sangat krusial."

Masyaa Allah, ketika membaca ungkapan tersebut betapa bangganya menjadi seorang kader KAMMI. Namun tak berhenti sampai disitu, ada yang perlu ditelisik dan ditelusuri lebih dalam mengenai Mata Air dan Tiang Penyangga yang diibaratkan sebagai kader KAMMI. 

Ternyata.. tanpa kita sadari mata air dan tiang penyangga yang syahdan sangat krusial tersebut sedang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Mata air nya keruh dan tiang penyangganya pun mulai keropos bahkan rapuh. 

Kata-kata "...Hari-hari kami senantiasa dihiasi dengan tilawah, zikir, saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran, diskusi-diskusi yang bermanfaat dan jauh dari kesia-siaan, serta kerja-kerja yang konkret bagi perbaikan masyarakat.., yang termaktub dalam kredo gerakan KAMMI pun kian hari kian luntur. 

Ironi memang, tetapi ini benar adanya. 

Keruh dan keroposnya dua hal tersebut tak ayal menandakan jiwa-jiwa yang sedang kotor dan berdebu. Sehingga terkadang ketika sedang diskusi pun tanpa disadari sering terseret arus suasana yang menggebu-gebu, saling adu argument dengan semangat menggelora hingga tanpa sengaja menyakiti hati lawan bicara.

Ternyata kuantitas kita Bersama Al-Quran belum mampu membersihkan hati yang mudah berdebu ini. Lalu, Adakah yg salah dari rutinitas yang kita lakukan ?.

Tingginya kuantitas bersama Al-Quran bukanlah sesuatu yang salah. Kuantitas bersama Al-Quran juga amatlah penting. Namun ada yang sering terlupakan yaitu mengenai kualitas. Mari bertanya dalam diri, sudahkah kita mentadaburi isi Al-Quran dan mengamalkannya? Bukankah Al-Quran adalah Pedoman dalam menjalani kehidupan dunia? Sudah sejauh mana kita mengenal Al-Quran? 

"Sebaik-baiknya di antara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya." (HR. Bukhari).

Memang, kita telah memasukkan aktivitas membaca Al-Quran kedalam daftar amal yaumi yang wajib dikerjakan setiap harinya. Namun daftar hanyalah sekedar daftar, bahkan terkesan sebagai formalitas amal harian seorang aktivis dakwah saat melaksanakannya hanya sekedar mengisi checklist daftar amalan yaumi.

Tak dipungkiri, urusan dunia yang padat membuat Al-Quran menjadi nomor dua, dan ketika ada kesempatan membaca hanya sekedar menyelesaikan tugas secepatnya. Yang terpenting hari ini sudah membaca Al-Quran, begitu mungkin sanggahnya.

Apakah yang demikian itu dinamakan cinta terhadap Al-Quran ?. 

Kecintaan terhadap Al-Quran memiliki beberapa tanda : 1) Hati akan sangat senang disaat membaca Al-Quran. 2) Duduk untuk membaca Al-Quran dalam waktu yang lama. 3) Rindu untuk selalu membaca Al-Quran, sesibuk apapun aktivita yang dimiliki, dia akan selalu rindu dan meluangkan waktu untuk membaca Al-Quran. 4) Selalu kembali kepada Al-Quran dalam menyelesaikan permasalahan hidup. 6) Patuh dan Taat terhadap perintah yang ada di Al-Quran serta menjauhi larangan yang ada di dalamnya. 

Marilah tanyakan kepada diri, adakah minimal salah satu tanda tersebut pada diri kita? 

Sungguh beruntung orang yang mencintai Al-Quran, sebab wajahnya akan tampak jernih, bercahaya dan sedap dipandang, cinta akan memancar dari wajahnya. Sumringah dan kebahagiaan akan menghiasi wajahnya. Tak akan muncul raut wajah bermuram durja, kesumpekan, dan kekesalan. Kehadirannya bak mentari menerangi diri sendiri dan orang lain di sekitarnya. 

Lalu, tak inginkah tanda-tanda tersebut ada dalam diri?

Mari kita adopsi tanda-tanda tersebut dalam diri kita. Mulai saat ini libatkan lisan, akal dan hati kala membaca Al-Quran. Tugaskan lisan untuk membaca huruf secara benar. Tugaskan akal untuk memahami makna dan kandungan nya. Sedangkan tugaskan hati untuk mengambil pelajaran dan nasihat untuk dipatuhi dan ditaati.

Mengembalikan makna “ KAMMI sebagai Gerakan Dawah Tauhid dan KAMMI adalah Gerakan Intelektual Profetik” secara utuh merupakan tugas penting sebagai kader KAMMI. Sehingga akan menghasilkan para Muslim Negarawan yang berakhlaq Al-Quran.

Masyaa Allah, Alangkah indahnya jika secara holistic hal tersebut dapat kita terapkan pada diri kita. Aamiin ya rabbalalamin.. (*)
* Putri Amelia  (Sekertaris Divisi Sosial Masyarakat PK KAMMI Al-Quds)
Sumber:kamminews.com

No comments

Powered by Blogger.